Puisi tentang Lembah Kasih, Lembah Mandalawangi oleh Soe Hok Gie
Puisi tentang Lembah Kasih, Lembah Mandalawangi oleh Soe Hok Gie
Beberapa hari ini saya tidak menulis,
entah sibuk atau malas. Mungkin kedua-duanya adalah alasan yang cocok
untuk menjadi sebuah fenomena yang terjadi belakangan ini. Soe Hok Gie
juga pernah menyatakan keluh kesahnya dalam catatan hariannya yang lalu
dikumpulkan dan diterbitkan oleh LP3ES menjadi buku yang berjudul Soe
Hok Gie: Catatan Seorang Demonstran bahwa dia kadang merasa malas atau
merasa sibuk dalam hal menulis di catatan hariannya. Tulisan saya ini
sebenarnya hanya sekedar mengutip sebuah puisi yang pernah dibuat oleh
Soe Hok Gie tentang Lembah Mandalawangi. Untuk sekedar info bagi para
pembaca Lembah Mandalawangi terletak di Gunung Pangrango di kawasan
Taman Nasional Gunung Gede-Pangrango, Jawa Barat yang berketinggian
sekitar 2900 mdpl.
Lembah yang mempunyai luas sekitar 10 ha ini
ditumbuhi oleh tanaman eksotik dan endemik khas daerah alpina atau
montana. Tanaman dari family Asteraceae tumbuh dan berkembang di daerah pegunungan dengan iklim yang dingin dan pada ketinggian diatas 2000mdpl. Anphalis Javanica,
adalah Edelweis yang banyak di jumpai di pegunungan pulau Jawa. Bunga
ini sering disebut sebagai bunga keabadian karena bunganya yang terus
tumbuh dan awet.
Dalam masanya dulu jaman mahasiswa,
suasana politik yang berkecamuk di Universitas Indonesia dengan berbagai
intrik politik gerakan mahasiswa yang sangat membosankan, Soe Hok Gie
mencetuskan untuk membentuk kelompok pecinta alam yang bernama Mapala
(dulu bernama Mapala Sastra Prajnaparamitha yang pada perkembangannya
berubah menjadi Mapala UI) sebagai salah satu cara untuk mengenal
Indonesia. Soe Hok Gie sangat cinta dengan Lembah Mandalawangi dan
sering mengunjunginya saat masih hidup. Kadang sendiri dan kadang
bersama teman-temannya. Seperti yang tertulis dalam puisinya “aku cinta padamu, Pangrango yang dingin dan sepi“, jelas dia nyatakan kecintaannya pada Pangrango.
Soe Hok Gie dalam perjalanan hidupnya
terkenal sangat rajin menulis, dia menulis sejak SMP hingga menjelang
akhir hayatnya di Puncak Gunung Semeru, Jawa Timur. Dari mulai puisi,
kritik-kritik pemerintah, ide-idenya atau hanya sekedar keluh kesahnya.
Semuanya ditulisnya rapi di catatan hariannya. Seperti sebuah puisi yang
pernah dia tuliskan tentang Lembah Mandalawangi.
Mandalawangi-Pangrango
Senja ini, ketika matahari turun
Ke dalam jurang-jurangmu
Ke dalam jurang-jurangmu
Aku datang kembali
Ke dalam ribaanmu, dalam sepimu
Dan dalam dinginmu
Ke dalam ribaanmu, dalam sepimu
Dan dalam dinginmu
Walaupun setiap orang berbicara tentang manfaat dan guna
Aku bicara padamu tentang cinta dan keindahan
Aku bicara padamu tentang cinta dan keindahan
Dan aku terima kau dalam keberadaanmu
Seperti kau terima daku
Seperti kau terima daku
Aku cinta padamu, Pangrango yang dingin dan sepi
Sungaimu adalah nyanyian keabadian tentang tiada
Hutanmu adalah misteri segala
Cintamu dan cintaku adalah kebisuan semesta
Sungaimu adalah nyanyian keabadian tentang tiada
Hutanmu adalah misteri segala
Cintamu dan cintaku adalah kebisuan semesta
Malam itu ketika dingin dan kebisuan
Menyelimuti Mandalawangi
Kau datang kembali
Dan bicara padaku tentang kehampaan semua
Menyelimuti Mandalawangi
Kau datang kembali
Dan bicara padaku tentang kehampaan semua
“hidup adalah soal keberanian,
Menghadapi yang tanda tanya
Tanpa kita bisa mengerti, tanpa kita bisa menawar
Terimalah, dan hadapilah”
Menghadapi yang tanda tanya
Tanpa kita bisa mengerti, tanpa kita bisa menawar
Terimalah, dan hadapilah”
Dan antara ransel-ransel kosong
Dan api unggun yang membara
Aku terima itu semua
Melampaui batas-batas hutanmu
Dan api unggun yang membara
Aku terima itu semua
Melampaui batas-batas hutanmu
Aku cinta padamu Pangrango
Karena aku cinta pada keberanian hidup
Karena aku cinta pada keberanian hidup
Komentar
Posting Komentar