dimanakah ilmuwan muslim sekarang?
DIMANAKAH ILMUWAN MUSLIM SEKARANG ?
Dunia Islam sudah mat suri dibidang sains. Dari 1,6 milyar umat islam, hanya 2 orang yang berhasil menjadi pemenang nobel di bidang fisika dan kima. Dimana kedua saintis muslim tersebut kini tinggal di dunia barat. Sedangkan umat Yahudi yang jumlahnya hanya sepersepuluh umat islam telah melahirkan 79 pemenang nobel dalam dunia sains.
Lantas, apa yang terjadi dengan kita ? bukankah dulu berabad abad lamanya umat islam menguasai dunia IPTEK ?
Mungkin ada persoalan dengan cara belajar kita yang selama ini lebih menitik beratkan pada menghafal dan mengoleksi opini2 lama semata.
Tahap awal dari sebuah penelitian tentu mengumpulkan data dan merangkum berbagai pendapat yang ada. Tradisi kutip mengkutip atau katakanlah mencantumkan footnote adalah sebuah tradisi ilmiah. Kita sering terpukau jika membaca sebuah artikel di jurnal internasional yang catatan kakiinya panjang2 dan kita menemukan rujukan yang tercantum disana yang belu pernah kita ketahui sebelumnya. Mengakui bahwa opini yang kita tulis merupakan “pinjaman” dari opini orang lain disebut sebagai kejujuran ilmiah.
Lantas, dimanakah orisinalitas sebuah penelitian kalau kita memulai dari analisi orng lain ?
Letak orisinalitas dalam penelitian bisa dalam bentuk metode dan bsa juga dalam bentuk hasil atau produk. Setelah membaca banyak sumber, kita jadi tahu metode apa yang sudha digunakan oleh mereka dan apa hasil yang sudah mereka berikan. Kita tidak memulai pengamatan dari nol, namun dengan membaca analisis orang lain, kita bisa menemukan wilayah atayu bagian2 tertentu yang belum dibahas orang lain. Nah, wilayah yang belum tersentuh itulah yang akan kita kaji dan disitulah letak orisinalitasnya.
Kemudian, selanjutnya kitapun akan amsuk ke tahap paling sulit dalam riset, yaitu mengeluarkan pendapat yang orisinal dan cerdas disela sela tumpukan pengetahuan akan pendapat ornag lan. Pada titik ini, sekedar “Menghafal” atau meringkas argumentasi dan temuan orang lain tentu tidak cukup. Kemampuan analisis lah kritislah yang menjadi syarat utama untuk melahirkan karya yang berkualitas karna ilmuwan dituntut untuk memiliki pendapat sendiri.
Maka, jangan Cuma berhenti di duniia hafalan dan dunia ringkasan. Seperti yang dikataka oleh imam al ghazali mengingatkan kita semua “ tidaklah disebut orang alim (pintar) , jika pekerjaannya (hanyalah) menghafal (teks-teks) tanpa kemampuan mengkaji dan menggali rahasia2 dan hikmah2 nya.
Kawan, jikakita boleh memilih, hikmah manakah yang kau pilih :
Diberi rasa tidak puas untuk selalu beribadah,
Diberi rasa tidak puas untuk sellau bisa menimba iilmu ?
Jika kau pilih yang pertama, maka engkaulah abid. Jika kau pilih yang kedua, maka engkaukah alim. Dimana rasulullah pernah nersabda :
“ keutamaan seorang alim atas seorang abid adalah seperti keutamaanku diatas orang yang derajatnya paling rendah diantara kalian.”
Komentar
Posting Komentar